Monday, December 12, 2011

aksen, Daerah Wisata

Bicara wisata, sedikit cerita bagaimana Bali di benak saya.
Saya mengenalnya dari gamelan yang biasa terdengar dari sebuah pura di sebuah wilayah banjar, bau wangi dupa dan bunga, pura / canggah di setiap rumah, aksen ukiran dalam arsitektur bangunannya.
Suara, Bau, Rupa.

Saya tidak bicara faktor lain mengenai sukses Bali di wisata. Tapi jelas di sini saya mau bicara apa yang menurut saya layak dicontoh daerah lain, sebagai daerah wisata.

Suara, Bau, Rupa. Ini yang membuat Bali unique, tidak ada duanya di Dunia.
Pantai yang indah, coral dan biota laut yang menawan, Maldave dan Seychelles juga punya. Tapi arsitektur villa di pantai, ukiran di pagar, pintu, jedela, patung, atap didukung kegiatan adat dan agama, bau bunga dan dupa, ditambah suara musik tradisional seperti gamelan baik itu latihan, ritual atau pertunjukan. Seni budaya membedakan Bali dengan yang lain. Bali punya aksen.
Keindahan alam, di tempat lain bisa ada bahkan bisa lebih bagus, tapi seni budaya memberi daerah wisata sebuah brand.

Aksen daerah wisata lain?

Jogja dan Solo, daerah ini katanya kaya seni budaya. Sudah cukup kuatkah aksen yang mereka punya? pemerintah mungkin punya peran di penataan kota, lampu-lampu, gapura, kantor-kantor pemerintahan, dan hal-hal lain yang bisa dikuatkan aksennya. Suara, Bau, Rupa.
Bali, punya banyak patung2 gede dengan design keren di banyak perempatan dan sisi jalan lain.

Saya hanya menilai kota seperti Jogja yang kaya budaya dan seni, bahkan tidak punya aksen kuat untuk membuat kotanya susah dilupakan.
Ini juga yang harus diperhatikan banyak daerah lain yang sebenarnya punya budaya dan seni yang kental, sebut saja madura, batak, dayak, toraja, nias, sumba, flores, timor, padang, dll.
Menjadi daerah wisata berbasis budaya.

No comments:

Post a Comment